PENGEMBANGAN NON TES
A. PENDAHULUAN
Dalam melakukan
penilaian hasil belajar, Pendidik cenderung lebih mengutamakan penilaian yang
didasarkan dari hasil tes, baik berupa
hasil tes objektif ataupun subjektif, sedangkan hal yang berkenaan dengan
domain afektif seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi seringkali diabaikan.
Untuk mengukur
hasil belajar tidak hanya semata berdasarkan pada hasil tes tetapi juga harus
dipertimbangankan aspek non tes. Instrumen hasil belajar non-tes untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan
dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat
dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau
dipahaminya. Dengan kata lain, instrumen seperti itu terutama
berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan
proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra. Selain itu,
instrumen seperti ini memang merupakan satu kesatuan dengan instrumen lainnya,
karena tes pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami atau yang dapat
dikuasai oleh peserta didik dalam tingkatan proses mental yang lebih tinggi.
Sampai saat ini penilaian pendidikan matematika
lebih banyak mengandalkan tes dibandingkan dengan teknik non tes. Hal ini dikarenakan penilaian mata pelajaran
matematika lebih mengutamakan teknik tes. Tentunya sistem penilaian seperti ini
tidaklah cukup. Objek penilaian pembelajaran matematika terlalu kompleks jika
hanya mengandalkan tes saja.
Berbagai
objek penilaian pembelajaran matematika memerlukan instrument non tes. Oleh
karena itu, penting bagi setiap guru matematika memahami dan mampu
mengembangkan instrumen non tes agar dapat merancang dan melaksanakan penilaian
dengan sebaik-baiknya.
B. MACAM- MACAM EVALUASI NON TES
1.
Wawancara (interview)
Wawancara adalah komunikasi langsung
antara yang mewancarai dan yang diwancarai. Secara umum, yang dimaksud dengan
wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan (Djaali,2008).
Ada dua jenis wawancara yang dapat
dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara
terpimpin (guided interview), yang juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic
interview), yaitu wawancara yang dilakukan oleh evaluator dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Jadi,
dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban
yang sudah disediakan oleh evaluator.
b. Wawancara tidak
terpimpin (un-guided interview), yang sering dikenal dengan istlah
wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic
interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan
untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa
dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan
jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil
wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila
jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi
ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.
Tujuan wawancara adalah sebagai
berikut:
a. Untuk
memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu
b. Untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
c. Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
Kelebihan dan kelemahan wawancara .
Kelebihan wawancara adalah:
a.
Pewancara sebagai evaluator dapat berkomunikasi secara langsung, dengan
peserta didik, sehingga informasi yang diperoleh dapat diketahui
objektivitasnya, juga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan
mendalam.
b. Pelaksanaan
wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal.
c. Data dapat
diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif.
d.
Dapat memperbaiki proses dan hasil
belajar.
Sedang di
antara kelemahan dari wawancara:
a.
Jika jumlah peserta didik cukup banyak,
maka proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya.
b. Adakalanya
wawancara terjadi berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan.
c. Sering timbul
sikap kurang baik dari peserta didik yang diwancarai dan sikap overaction dari
guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara
pewancara dengan orang yang diwawancarai.
Langkah-langkah
pengembangan wawancara :
a. Merumuskan tujuan wawancara.
b. Membuat kisi-kisi dan pedoman
wawancara.
c. Menyusun pertanyaan sesuai dengan
data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan yang diinginkan.
d. Melaksanakan uji coba untuk melihat
kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun, sehingga dapat diperbaiki.
e. Menyusun lembar penilaian.
2.
Pengamatan (observation)
Observasi
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan
rasional terhadap fenomena-fenomena untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan utama
observasi adalah:
a. Untuk
mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa
peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan.
b. Untuk mengukur
perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara
peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial (social skill).
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi
dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu
belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Observasi juga
dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas,
hubungan sosial sesama, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru
dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya
Observasi
mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:
a. Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari
permasalahan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya evaluator harus menggunakan
alat yang disebut dengan pedoman observasi.
b. Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara
sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
c. Terdapat
berbagai aspek yang akan diobservasi.
d. Praktis
penggunaannya.
Dilihat dari kerangka
kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Observasi
berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan
terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur
kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi
dengan jelas dan tegas.
b. Observasi tak berstruktur, yaitu semua
kegiatan guru sebagai obeserver tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang
pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat
ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
a. Observasi
langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang
diselidiki.
b. Observasi tak langsung, yaitu observasi
yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
c. Observasi
partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau
melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Sebagai instrumen evaluasi yang lain,
observasi secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan observasi adalah:
a. Observasi
merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
b.
Observasi cocok untuk mengamati
perilaku peserta didik maupun guru yang sedang melakukan suatu kegiatan.
c. Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan
observasi.
d. Tidak terikat
dengan laporan pribadi.
Kelemahan dari
observasi adalah:
a. Seringkali
pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang
kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
b. Biasanya
masalah pribadi sulit diamati.
c. Jika yang
diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
Adapaun langkah-langkah penyusunan
pedoman observasi adalah sebagai berikut:
a.
Merumuskan tujuan observasi.
b.
Membuat lay-out atau kisi-kisi
observasi.
c.
Menyusun pedoman observasi.
d.
Menyusun aspek-aspek yang akan
diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan
kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran.
e.
Melakukan uji coba pedoman observasi
untuk melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi.
f.
Merivisi pedoman obsevasi berdasarkan
hasil uji coba.
g.
Melaksanakan observasi pada saat
kegiatan berlangsung.
h.
Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
3. Angket (questionnaire)
Angket adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Angket juga dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil belajar. Berbeda
dengan wawancara, Pada metode angket penilai (evaluator) berhadapan secara
langsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya.
Pengumpulan data sebagai bahan penilai hasil belajar jauh lebih praktis,
menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban yang diberikan seringkali tidak
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Pada umunya tujuan penggunaan angket atau
kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data
mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam
menganilisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Disamping itu, juga dimaksudkan
untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan progam
pembelajaran.
Data yang dapat
dihimpun melalui kuesioner, misalnya adalah data yang berkenaan dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para peserta didik dalam proses pembelajaran,
cara belajar, fasilitas belajar, bimbingan belajar, motivasi dan minat belajar,
sikap belajarnya, sikap terhadap mata pelajaran tertentu, pandangan siswa
terhadap mata pelajaran tertentu, pandangan siswa terhadap proses pembelajaran
dan sikap mereka terhadap guru.
Kuesioner
sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa
kuesioner bentuk pilihan ganda (mutiple choice item) dan dapat pula
berbentuk skala sikap. Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering
digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik adalah skala likert.
Kuesioner
sebagai alat evaluasi juga sangat berguna untuk mengungkap latar belakang orang
tua peserta didik maupun peserta didik sendiri, dimana data yang telah
diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan, terutama
apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang menyangkut dari peserta didik.
4.
Study Kasus (case
study)
Studi kasus adalah mempelajari individu
dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya.
Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat
nakal, atau kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan
inti dalam studi kasus, yaitu:
a.
Mengapa kasus
tersebut bisa terjadi?
b.
Apa yang
dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
c.
Bagaimana
pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam
evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan
penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar
untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut.
Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari
berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data.
Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan
wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar
belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan,
perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
Namun, seperti
halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan
komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya.
Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan,
melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.
5.
Pemeriksaan
Dokumen (documentary analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau
keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga
dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen, misalnya: dokumen yang menganut informasi mengenai riwayat
hidup (auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana peserta didik
dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya.
Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik,
dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang
lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar, lampu
penerangan dan sebagainya.
Beberapa informasi, baik mengenai
peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada
saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik dalam
melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.
C.
LANGKAH-
LANGKAH MENGEMBANGKAN INTRUMEN NON TES
Langkah dalam mengembangkan instrumen
non tes, yaitu:
1. Menentukan spesifikasi
instrumen
Penentuan spesifikasi
instrumen dimulai dengan menentukan kejelasan tujuan. Setelah menetapkan
tujuan, kegiatan berikutnya menyusun kisi-kisi instrumen. Membuat kisikisi diawali
dengan menentukan definisi konseptual, yaitu definisi aspek yang akan diukur
menurut hasil kajian teoritik berbagai ahli/referensi. Selanjutnya merumuskan definisi
operasional, yaitu definisi yang Anda buat tentang aspek yang akan diukur setelah
mencermati definisi konseptual. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi
indikator dan ditulisan dalam kisi-kisi. Selanjutnya Anda perlu menentukan bentuk
instrumen dan panjang instrumen.
2.
Menentukan skala penilaian
Skala penilaian merupakan
pengukuran terhadap sikap. Muhajir (dalam Eko Putro, 2012:113) menyatakan bahwa
sikap merupakan kecendrungan afeksi suka atau tidak suka pada suatu objek
sosial. Menurut Harvey dan Smith, sikap sebagai kesiapan merespons secara
konsisten dalam bentuk positif atau negatif. Sikap dapat diartikan sebagai
reaksi seseorang dalam menghadapai suatu objek. Reaksi dapat berupa
pengetahuan, pemahaman, pemahaman, perasaan.
Untuk mengukur sikap
terhadap objek tertentu dapat dilakukan
dengan melihat respon yang diamati terhadap objek yang bersangkutan , misalnya
sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diikuti.
Ada empat skala
penilaian sikap , yaitu :
a.
Skala Thurstone
Skala Thurstone adalah
instrumen yang responnya memberi tanda tertentu pada kontinum baris.
Contoh Skala Thurstone
Minat terhadap Pelajaran
Matematika
No
|
Pertanyaan
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
1
|
Saya senang belajar matematika
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Pelajaran matematika bermanfaat
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Saya berusaha memiliki buku pelajaran
matematika
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Saya berusaha hari tiap pelajaran
matematika
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pelajaran matematika membosankan
|
|
|
|
|
|
|
|
b.
Skala Lingkert.
Prinsip
pokok skala Lingkert adalah untuk menentukan lokasi kedudukan seseorang siswa
dalam suatu kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif sampai
dengan sangat positif. Penentuan lokasi dilakukan dengan mengkuantifikasi
pernyataan seseorang siswa terhadap
butir pernyataan yang disediakan.
No
|
Sikap Siswa
|
STS
|
TS
|
R
|
S
|
SS
|
1
|
Pelajaran matematika bermanfaat
|
|
|
|
|
|
2
|
Pelajaran matematika sulit
|
|
|
|
|
|
3
|
Tidak semua harus belajar matematika
|
|
|
|
|
|
4
|
Pelajaran matematika harus dibuat mudah
|
|
|
|
|
|
5
|
Harus banyak latihan pada pelajaran matematika
|
|
|
|
|
|
Keterangan : SS =
Sangat setuju; S=: Setuju;
R = ragu ragu; TS: tidak setuju; STS= sangat tidak setuju.
Skoring skala Lingkert tergantung pada sifat pertanyaan. Untuk
penyataan positif skor jawaban: SS = 5; S = 4; R = 3; TS = 2; STS = 1. Sedang
untuk pertanyaan negatif, SS= 1; S = 2; R = 3; TS = 4; STS = 5.
c.
Skala Beda Semantik
Skala beda semantik digunakan
untuk mengukur konsep-konsep tiga dimensi. Dimensi yang diukur dalam katagori:
menyenangkan- membosankan, sulit-mudah,
baik – tidak baik, kuat-lemah, berguna- tidak berguna, dan sebagainya
Skala semantik dalam
pelajaran matematika
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
Menyenangkan
|
|
|
|
|
|
|
|
Membosankan
|
Sulit
|
|
|
|
|
|
|
|
Mudah
|
Bermanfaat
|
|
|
|
|
|
|
|
Sia-sia
|
Menantang
|
|
|
|
|
|
|
|
Menjemukan
|
Penalaran
|
|
|
|
|
|
|
|
Hafalan
|
3. Menulis butir
instrumen
Pada tahap
ini Anda merumuskan butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi.
Pernyataan
dapat berupa pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif merupakan pernyataan
yang mengadung makna selaras dengan indikator, sedangkan pernyataan negatif
adalah pernyataan yang berisi kontra kondisi dengan indikator.
4. Menentukan penyekoran
Sistem
penyekoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran yang
digunakan.
Pada skala Thurstone, skor tertinggi tiap butir 7 dan skor terendah 1. Pada
skala Likert, awal skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1, karena sering terjadi
kecenderungan responden memilih jawaban katergori tengah, maka dimodifikasi
hanya menggunakan empat pilihan. Skor siswa dapat ditafsirkan dengan kriteria
berikut:
Kriteria Penafsiran
Interval Nilai
|
Interpretasi
|
X ≥ Mi
+ Sbi
Mi - Sbi
X
Mi + Sbi
X
Mi – Sbi
|
Baik
Sedang
Kurang
|
Keterangan: X : Skor responden
Mi : Mean ideal
Sbi : Simpangan baku ideal
Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
Sbi = 1/6 (skor tertinggi skor terendah)
5. Menelaah instrumen
Kegiatan
pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan
sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan
tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaan/ pernyataan tidak bias, d) format
instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen
jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/ pernyataan sudah
tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Hasil telaah instrumen
digunakan untuk memperbaiki instrumen.
6. Menyusun instrumen
Langkah ini
merupakan tahap menyusun butir-butir instrumen setelah dilakukan penelaahan
menjadi seperangkat instrumen yang siap untuk diujicobakan. Format instrumen
harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya.
7. Melakukan ujicoba
instrumen
Setelah
instrumen tersusun dengan utuh, kemudian melakukan ujicoba instrumen. Untuk itu
dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi. Ujicoba dilakukan untuk
memperoleh informasi empirik tentang kualitas instrumen yang dikembangkan.
8. Menganalisis hasil
ujicoba
Analisis
hasil ujicoba dilakukan untuk menganalisis kualitas instrumen berdasarkan data
ujicoba. Dari analisis ini diharapkan diketahui mana yang sudah baik, mana yang
kurang baik dan perlu diperbaiki, dan mana yang tidak bisa digunakan. Selain
itu, analisis hasil ujicoba ini juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang validitas dan reliabilitas instrumen.
9. Memperbaiki instrumen
Perbaikan
dilakukan berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen
baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Perbaikan termasuk mengakomodasi
saran-saran dari responden ujicoba.
D. Pengertian
Portofolio dan Penilaian Portofolio
Portofolio dapat diartikan sebagai suatu wujud benda
fisik, sebagai suatu proses social pedagogic, maupun sebagai adjective.
Sebagai Proses social pendagogis, portofolio merupakan kumpulan pengalaman
belajar yang terdapat dalam pikiran peserta didik , baik berwujud pengetahuan,
keterampilan maupun sikap ( Zainal Arifin:2012: 197).
Paulson (191: 60) menyatakan bahwa portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang
menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau
lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi,
kriteria seleksi, criteria penilaian dan bukti refleksi diri.
Menurut Gronlund (1998: 159), portofolio mencakup
berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang
harus tersurat, tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh
pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi pertimbangan kemajuan belajarnya dan
dapat dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang
berkepentingan.
Adapun sebagai
suatu adjective portofolio, sering kali disandingkan dengan
konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika
disandingkan dengan konsep pembelajaran maka dikenal istilah pembelajaran
berbasis portofolio (portfolio based learning), sedangkan jika
disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis
portofolio (portfolio based assessment).
Secara umum,
portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa
yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk
tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan
hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan
siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa.
Tujuh unsur kunci dalam pelaksanaan dengan
portofolio yaitu:
a. Siswa
memahami-makna portofolio dalam hubungannya dengan kemajuan dan pencapaian hasil
belajarnya;
b. Menentukan
topik pekerjaan siswa yang hasilnya akan dikoleksi sebagai portofolio;
c. Mengumpulkan
dan hasil peketjaan siswa yang dipilih sebagai portofolio;
d. Memilih
kriteria untuk hasil pekerjaan siswayang akan dijadikan portofolio;
e. Mendorong
dan membantu siswa agar selalu mengevaluasi dan memperbaiki hasil-hasil portofolio
mereka;
f. Menjadwalkan
dan melaksanakan pertemuan portofolio dengan siswa;
g. Melibatkan
orang tua dan unsur lain terkait dalam kegiatan penilaian dengan portofolio.
Penilaian Portofolio
Penilain portofolio berbeda dengan
jenis penilaian yang lainnya. Zainal Arifin
menyatakan bahwa :
“
Penilaian portofolio adalah suatu pendekatan atau model penilaian yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membangun dan
merefleksikan suatu pekerjaan/tugas atau karya melalui pengumpulan bahan-bahan
yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh peserta didik,
sehingga hasil pekerjaan tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam
periode tertentu”.
Jadi
penilain portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja peserta
didik, baik dikelas, dihalaman sekolah atupun diluar sekolah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan
pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a.
Karya siswa adalah benar-benar karya
peserta didik itu sendiri. Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta
didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan
hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b.
Saling percaya antara guru dan peserta
didik .
Dalam proses penilaian
guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan
dan saling membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c.
Kerahasiaan bersama antara guru dan
peserta didik. Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta
didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang
tidak berkepentingan sehingga memberi dampak negatif proses pendidikan
d.
Milik bersama (joint ownership) antara
peserta didik dan guru.
Guru
dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga
peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan
berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
e. Kepuasan.
Hasil kerja portofolio
sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta
didik untuk lebih meningkatkan diri.
f. Kesesuaian.
Hasil kerja
yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum
dalam kurikulum.
g.
Penilaian proses dan hasil penilaian
portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya
diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
h. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian
portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat
utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk
melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.
Model Portofolio Matematika
Model portofolio matematika yang berisi
contoh kerja siswa dapat berupa:
1. Uraian
tertulis hasil kegiatan praktik atau penyelidikan matematika.
2. Gambar-gambar dan laporan lisan, perluasan analisis situasi
masalah dan penelitian.
3. Uraian dan diagram dari proses
pemecahan masalah.
4. Penyajian data statistik dan grafik.
Selain itu, hal-hal lainnya yang dapat dicantumkan dalam
portofolio matematika adalah sebagai berikut:
1. Laporan penyelidikan tentang ide matematika seperti hubungan
antara dua fungsi, koordinat grafik, aritmatika, aljabar dan geometri;
2. Respon terhadap pertanyaan open-ended
atau masalah pekerjaan rumah;
3. Laporan kelompok dan foto kegiatan
siswa;
4. Salinan piagam penghargaan;
5. Video
dan pekerjaan siswa yang menggunakan komputer (Stenmark 1991: 63).
Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di dalam
kelas memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Jelaskan kepada peserta
didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan kumpulan hasil kerja
peserta didik yang digunakan oleh guru untuk penilaian, tetapi digunakan juga
oleh peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui
kemampuan, keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan,
tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini hasil
penilaian mereka sendiri.
2. Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja
yang akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa
sama bisa berbeda.
3. Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu
map atau folder di rumah masing atau loker masing-masing di sekolah.
4. Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan
peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
5. Tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya dengan
para peserta didik. Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta
didik. Contoh, Kriteria penilaian kemampuan menulis karangan yaitu: penggunaan
tata bahasa, pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika
penulisan. Dengan demikian, peserta didik mengetahui harapan (standar) guru dan
berusaha mencapai standar tersebut.
6. Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru
dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan memberi
keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut, serta bagaimana
cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.
7. Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka
peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta didik
dan guru perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu
perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang telah diperbaiki harus diserahkan
kepada guru.
8. Bila perlu, jadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio. Jika
perlu, undang orang tua peserta didik
dan diberi penjelasan tentang maksud serta tujuan portofolio, sehingga orangtua
dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Contoh penilain portofolio:
Rencana Tugas :
1. Geometri dan Pengukuran
SK: Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya:
a. Paper and pensil tes:
- Menghitung panjang garis
singgung persekutuan dua lingkaran
- Menghitung keliling dan
luas lingkaran
b. Penilian Proyek:
- Siswa menemukan nilai p = 7
- Siswa menemukan rumus Luas Lingkaran melalui percobaan
c. Unjuk Kerja:
- Siswa melukis lingkaran
dalam dan lingkaran luar suatu segitiga
2. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan
bagian-bagiannya, serta
menentukan
ukurannya
a. Paper and pensil tes:
- Menghitung
luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas
b. Penilaian Proyek:
- Siswa membuat jaring-jaring bangun
ruang kubus, balok, prisma dan limas
c. Unjuk Kerja:
- Mengidentifikasi sifat-sifat
kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya
d. Hasil Produk:
- Membuat jaring-jaring kubus,
- Membuat
jaring-jaring balok,
- Membuat jaring-jaring prisma dan limas
Contoh
Rangkuman Penilaian Portofolio
Mata Pelajaran :
Matematika
Alokasi Waktu : 1
Semester
Nama Siswa :
_________________
Kelas : VII/2
NO
|
SK/KD
|
Skor
(1 – 10)
|
Prestasi
|
KET.
|
|
T
|
BT
|
||||
1
|
Menghitung panjang
garis singgung persekutuan dua lingkaran
|
|
|
|
|
2
|
Dst
|
|
|
|
|
|
Total Skor
|
|
|
|
|
Catatan:
Setiap Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar yang masuk dalam
daftar portofolio dikumpulkan dalam satu file (tempat) untuk setiap peserta
didik sebagai bukti pekerjaannya. Kemudian Guru menjelaskan bobot dari setiap
portofolio yang dibuat.
Manfaat Portofolio
Penilaian portofolio dapat digunakan
untuk berbagai keperluan, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Berenson dan
Certer (1995:184) yaitu: (1) Mendokumentasikan kemajuan siswa selama kurun
waktu tertentu, (2) Mengetahui bagian-bagian yang perlu diperbaiki, (3) Membangkitkan
kepercayaan diri dan motivasi untuk belajar, (4) Mendorong tanggung jawab siswa
untuk belajar.
Sedangkan menurut Gronlund (1998 : 158),
portofolio memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut: 1)
Kemajuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas; 2) Penekanan pada hasil
pekerjaan terbaik siswa memberikan pengaruh positif dalam belajar; 3) Membandingkan
pekerjaan sekarang dengan yang lalu memberikan motivasi yanglebih besar dari
pada membandingkan dengan milik orang lain; 4) Keterampilan asesmen sendiri
dikembangkan mengarah pada seleksi contoh pekerjaan dan menentukan pilihan
terbaik; 5) Memberikan kesempatan siswa bekerja sesuai dengan perbedaan
individu; 6) Dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar
siswa bagi siswa itu sendiri, orang tua, dan lainnya.
Adapun keuntungan penggunaan portofolio matematika secara khusus
antara lain:
1. Memberikan bukti perkerjaan atau perbuatan berdasarkan
pengetahuan yang sesungguhnya telah diperoleh;
2. Penilaian catatan atau memberikan gambaran tentang program
matematika yang perlu ditekankan;
3. Catatan kemajuan siswa dalam jangka waktu lama mencerminkan
pembelajaran yang cukup lama (Stenmark, 1991:63).
Keunggulan dan Kelemahan Portofolio
Adapun keunggulan portofolio antara lain:
1.
Dapat melihat pertumbuhan
dan perkembangan kemampuan siswa dari waktu kewaktu berdasarkan umpan balik dan
refleksi diri.
2.
Memantu guru melaksanakan
penilain secara adil , objektif, transparan dan dapat mempertanggung jawabkan
tanpa mengurangi kreativitas siswa.
3.
Meningkatkan peran siswa
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian.
4.
Memberi kesempatan kepada
siswa untuk meningkatkan kemampuan
mereka.
5.
Bertanggung jawab apa yang
telah dikerjakan.
6.
Membantu guru
mengklarifikasi dan mengidentifikasi program pembelajaran.
7.
Keterlibatan orang tua dan
masyarakat.
8.
Siswa dpat melakukan
penilaian diri , refleksi dan berpikir kritis.
9.
Penilaiannya lebih fleksibel
tetapi tetap mengacu paa pada kompetensi dasar dan indikator hasil belajar.
10. Tanggung jawab bersama dalam mernacang dan menlai kemajuan
belajar.
11.
Dalam penilaian portofolio peserta didik
diberikan penghargaan atas usaha mereka.
Sedangkan kelemahan portofolio, antara lain:
1.
Membutuhkan waktu ekstra.
2.
Kurang reliable.
3.
Guru memiliki kecenderungan
untuk memperhatikan hanya pencapaian akhir.
4.
Guru dan siswa biasanya
terjebak dalam suasana hubungan top-down.
5.
Bersifat skeptic, karena
laporan hasil belajar tidak berupa angka.
6.
Tidak tersedianya kriteria
penilaian yang jelas.
7.
Terkadang sulit untuk
diterapkan di sekolah karena penilaian portofolio relatif baru .
Perbedaan Tes dan Penilaian Portofolio
Perbedaan antara penilaian portofolio dan tes sebagai alat
evaluasi adalah:
Tes:
· Menilai peserta didik berdasarkan sejumlah tugas yang terbatas.
· Penilai hanya guru, berdasarkan masukan yang terbatas.
· Menilai semua peserta didik dengan menggunakan satu criteria
Portofolio:
a. Menilai peserta didik berdasarkan seluruh tugas dan basil kerja
yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai.
b. Peserta didik turut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai
dalam penyelesaian berbagai tugas, dan perkembangaan yang berlangsung selama
proses pembelajaran.
c. Menilai setiap peserta didik berdasarkan pencapaian
masing-masing, dengan mempertimbangkan juga faktor perbedaan individual.
d. Mewujudkan proses penilaian yang kolaboratif.
e. Peserta didik'menilai dirinya sendiri menjadi suatu tujuan.
f. Yang mendapat perhatian dalam penilaian meliputi.
g. kemajuan, usaha, dan pencapaian.
h. Terkait erat antara kegiatan penilaian, pengajaran, dan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, S.Ag, M.Pd, (2008) Perencanaan Pembelajaran Bandung:
PT. Remaja
Rosdakarya.
Anas S, Drs, Prof (1995). Pengantar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arifin,
Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. dan Abdul Jabar, (2004). Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Cartono dan Sutarto, U.T. G. (2006). Penilaian hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press
Cole, Peter. G and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. Australia: Prentice Hall.
Gronlund, Norman E. (1998). Assesment
of Student Achievment Sixth Edition. Boston: Allynand Bacon.
Hamalik, Oemar. (2005). Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ninik
Supriyati ,Pengembangan mata diklat
Penilaian Pembelajaran pada Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MTs/MA di BDK
Surabaya
Purwanto.
(2011). Evaluasi Hasil Belajar.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanto,
Ngalim (2012). Prinsip-prinsip dan Teknik
Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutikno,
Sobri. (2005). Pembelajaran efektif.
Mataram: NTP Press.
Ninik Supriyati ,Pengembangan mata diklat Penilaian
Pembelajaran pada Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MTs/MA di BDK Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar