Kamis, 10 Januari 2013

Statistik


PENGEMBANGAN NON TES


A.  PENDAHULUAN

Dalam melakukan penilaian hasil belajar, Pendidik cenderung lebih mengutamakan penilaian yang didasarkan dari hasil  tes, baik berupa hasil tes objektif ataupun subjektif, sedangkan hal yang berkenaan dengan domain afektif seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi seringkali diabaikan.
Untuk mengukur hasil belajar tidak hanya semata berdasarkan pada hasil tes tetapi juga harus dipertimbangankan aspek non tes. Instrumen hasil belajar non-tes  untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrumen seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra. Selain itu, instrumen seperti ini memang merupakan satu kesatuan dengan instrumen lainnya, karena tes pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam tingkatan proses mental yang lebih tinggi.
Sampai saat ini penilaian pendidikan matematika lebih banyak mengandalkan tes dibandingkan dengan teknik non tes. Hal ini  dikarenakan penilaian mata pelajaran matematika lebih mengutamakan teknik tes. Tentunya sistem penilaian seperti ini tidaklah cukup. Objek penilaian pembelajaran matematika terlalu kompleks jika hanya mengandalkan tes saja.
 Berbagai objek penilaian pembelajaran matematika memerlukan instrument non tes. Oleh karena itu, penting bagi setiap guru matematika memahami dan mampu mengembangkan instrumen non tes agar dapat merancang dan melaksanakan penilaian dengan sebaik-baiknya.

B.  MACAM- MACAM EVALUASI NON TES
1.    Wawancara (interview)
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan yang diwancarai. Secara umum, yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan (Djaali,2008).
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.       Wawancara terpimpin (guided interview), yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), yaitu wawancara yang dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Jadi, dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh evaluator.
b.      Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), yang sering dikenal dengan istlah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:
a.   Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu
b.  Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
c.   Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu

Kelebihan dan kelemahan wawancara .
Kelebihan wawancara adalah:
a.       Pewancara sebagai evaluator  dapat berkomunikasi secara langsung, dengan peserta didik, sehingga informasi yang diperoleh dapat diketahui objektivitasnya, juga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
b.      Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal.
c.       Data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif.
d.      Dapat memperbaiki proses dan hasil belajar.

Sedang di antara kelemahan dari wawancara:
a.    Jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya.
b.    Adakalanya wawancara terjadi berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan.
c.    Sering timbul sikap kurang baik dari peserta didik yang diwancarai dan sikap overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewancara dengan orang yang diwawancarai.

Langkah-langkah pengembangan wawancara :
a.       Merumuskan tujuan wawancara.
b.      Membuat kisi-kisi dan pedoman wawancara.
c.       Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan yang diinginkan.
d.      Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun, sehingga dapat diperbaiki.
e.       Menyusun lembar penilaian.
2.      Pengamatan (observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional terhadap fenomena-fenomena untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan utama observasi adalah:
a.      Untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan.
b.    Untuk mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skill).
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya
Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:
a.  Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal ini  dimaksudkan agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya evaluator harus menggunakan alat yang disebut dengan pedoman observasi.
b.   Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
c.   Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
d.      Praktis penggunaannya.
Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a.   Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
b.  Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
a.   Observasi langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diselidiki.
b.    Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
c.    Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Sebagai instrumen evaluasi yang lain, observasi secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan.
 Kelebihan observasi adalah:
a.    Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
b.    Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang sedang melakukan suatu kegiatan.
c.    Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan observasi.
d.   Tidak terikat dengan laporan pribadi.

Kelemahan dari observasi adalah:
a.    Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
b.    Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
c.    Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah sebagai berikut:
a.         Merumuskan tujuan observasi.
b.         Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi.
c.         Menyusun pedoman observasi.
d.        Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran.
e.            Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi.
f.            Merivisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba.
g.           Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.
h.           Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.

3. Angket (questionnaire)
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Angket juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara, Pada metode angket penilai (evaluator) berhadapan secara langsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya. Pengumpulan data sebagai bahan penilai hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban yang diberikan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
 Pada umunya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganilisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Disamping itu, juga dimaksudkan untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan progam pembelajaran.
Data yang dapat dihimpun melalui kuesioner, misalnya adalah data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para peserta didik dalam proses pembelajaran, cara belajar, fasilitas belajar, bimbingan belajar, motivasi dan minat belajar, sikap belajarnya, sikap terhadap mata pelajaran tertentu, pandangan siswa terhadap mata pelajaran tertentu, pandangan siswa terhadap proses pembelajaran dan sikap mereka terhadap guru.
Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda (mutiple choice item) dan dapat pula berbentuk skala sikap. Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik adalah skala likert.
Kuesioner sebagai alat evaluasi juga sangat berguna untuk mengungkap latar belakang orang tua peserta didik maupun peserta didik sendiri, dimana data yang telah diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan, terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang menyangkut dari peserta didik.

4.    Study Kasus (case study)
Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya. Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus, yaitu:
a.       Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
b.      Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
c.       Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
Namun, seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.

5.    Pemeriksaan Dokumen (documentary analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen yang menganut informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya.
Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.

C.  LANGKAH- LANGKAH MENGEMBANGKAN INTRUMEN NON TES
Langkah dalam mengembangkan instrumen non tes, yaitu:
1. Menentukan spesifikasi instrumen
Penentuan spesifikasi instrumen dimulai dengan menentukan kejelasan tujuan. Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya menyusun kisi-kisi instrumen. Membuat kisikisi diawali dengan menentukan definisi konseptual, yaitu definisi aspek yang akan diukur menurut hasil kajian teoritik berbagai ahli/referensi. Selanjutnya merumuskan definisi operasional, yaitu definisi yang Anda buat tentang aspek yang akan diukur setelah mencermati definisi konseptual. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi indikator dan ditulisan dalam kisi-kisi. Selanjutnya Anda perlu menentukan bentuk instrumen dan panjang instrumen.
2.    Menentukan skala penilaian
Skala penilaian merupakan pengukuran terhadap sikap. Muhajir (dalam Eko Putro, 2012:113) menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan afeksi suka atau tidak suka pada suatu objek sosial. Menurut Harvey dan Smith, sikap sebagai kesiapan merespons secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif. Sikap dapat diartikan sebagai reaksi seseorang dalam menghadapai suatu objek. Reaksi dapat berupa pengetahuan, pemahaman, pemahaman, perasaan.
Untuk mengukur sikap terhadap objek tertentu  dapat dilakukan dengan melihat respon yang diamati terhadap objek yang bersangkutan , misalnya sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diikuti.
    Ada empat skala penilaian  sikap , yaitu :
a.       Skala Thurstone
Skala Thurstone adalah instrumen yang responnya memberi tanda tertentu pada kontinum baris.
Contoh  Skala Thurstone
Minat terhadap Pelajaran Matematika
No
Pertanyaan
7
6
5
4
3
2
1
1
Saya senang belajar matematika







2
Pelajaran matematika bermanfaat







3
Saya berusaha memiliki buku pelajaran matematika







4
Saya berusaha hari tiap pelajaran matematika







5
Pelajaran  matematika  membosankan








b.      Skala Lingkert.
Prinsip pokok skala Lingkert adalah untuk menentukan lokasi kedudukan seseorang siswa dalam suatu kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan sangat positif. Penentuan lokasi dilakukan dengan mengkuantifikasi pernyataan seseorang siswa  terhadap butir pernyataan yang disediakan.
No
Sikap Siswa
STS
TS
R
S
SS
1
Pelajaran matematika bermanfaat





2
Pelajaran matematika sulit





3
Tidak semua harus belajar matematika





4
Pelajaran matematika harus dibuat mudah





5
Harus banyak latihan pada pelajaran matematika






Keterangan : SS = Sangat setuju; S=: Setuju; R = ragu ragu; TS: tidak setuju; STS= sangat tidak setuju.
Skoring skala Lingkert tergantung pada sifat pertanyaan. Untuk penyataan positif skor jawaban: SS = 5; S = 4; R = 3; TS = 2; STS = 1. Sedang untuk pertanyaan negatif, SS= 1; S = 2; R = 3; TS = 4; STS = 5.
c.       Skala Beda Semantik
Skala beda semantik digunakan untuk mengukur konsep-konsep tiga dimensi. Dimensi yang diukur dalam katagori: menyenangkan- membosankan,  sulit-mudah, baik – tidak baik, kuat-lemah, berguna- tidak berguna, dan sebagainya
Skala semantik dalam pelajaran matematika

7
6
5
4
3
2
1

Menyenangkan







Membosankan
Sulit







Mudah
Bermanfaat







Sia-sia
Menantang







Menjemukan
Penalaran







Hafalan


3. Menulis butir instrumen
Pada tahap ini Anda merumuskan butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi.
Pernyataan dapat berupa pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif merupakan pernyataan yang mengadung makna selaras dengan indikator, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang berisi kontra kondisi dengan indikator.
4. Menentukan penyekoran
Sistem penyekoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran yang
digunakan. Pada skala Thurstone, skor tertinggi tiap butir 7 dan skor terendah 1. Pada skala Likert, awal skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1, karena sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban katergori tengah, maka dimodifikasi hanya menggunakan empat pilihan. Skor siswa dapat ditafsirkan dengan kriteria berikut:
Kriteria Penafsiran
Interval Nilai
Interpretasi
X Mi + Sbi
Mi - Sbi  X Mi + Sbi
X  Mi – Sbi
Baik
Sedang
Kurang
Keterangan: X : Skor responden
Mi : Mean ideal
Sbi : Simpangan baku ideal
Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
Sbi = 1/6 (skor tertinggi 􀃭 skor terendah)
5. Menelaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaan/ pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/ pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen.
6. Menyusun instrumen
Langkah ini merupakan tahap menyusun butir-butir instrumen setelah dilakukan penelaahan menjadi seperangkat instrumen yang siap untuk diujicobakan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya.
7. Melakukan ujicoba instrumen
Setelah instrumen tersusun dengan utuh, kemudian melakukan ujicoba instrumen. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi. Ujicoba dilakukan untuk memperoleh informasi empirik tentang kualitas instrumen yang dikembangkan.
8. Menganalisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba dilakukan untuk menganalisis kualitas instrumen berdasarkan data ujicoba. Dari analisis ini diharapkan diketahui mana yang sudah baik, mana yang kurang baik dan perlu diperbaiki, dan mana yang tidak bisa digunakan. Selain itu, analisis hasil ujicoba ini juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang validitas dan reliabilitas instrumen.
9. Memperbaiki instrumen
Perbaikan dilakukan berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba.

D.      Pengertian Portofolio dan Penilaian Portofolio
Portofolio dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses social pedagogic, maupun sebagai adjective. Sebagai Proses social pendagogis, portofolio merupakan kumpulan pengalaman belajar yang terdapat dalam pikiran peserta didik , baik berwujud pengetahuan, keterampilan maupun sikap ( Zainal Arifin:2012: 197).
Paulson (191: 60) menyatakan bahwa  portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, criteria penilaian dan bukti refleksi diri.
Menurut Gronlund (1998: 159), portofolio mencakup berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi pertimbangan kemajuan belajarnya dan dapat dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang berkepentingan.
Adapun sebagai   suatu adjective portofolio, sering kali disandingkan dengan konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan konsep pembelajaran maka dikenal istilah pembelajaran berbasis portofolio (portfolio based learning), sedangkan jika disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis portofolio (portfolio based assessment).
 Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa.
Tujuh unsur kunci dalam pelaksanaan dengan portofolio yaitu:
a.    Siswa memahami-makna portofolio dalam hubungannya dengan kemajuan dan pencapaian hasil belajarnya;
b.    Menentukan topik pekerjaan siswa yang hasilnya akan dikoleksi sebagai portofolio;
c.    Mengumpulkan dan hasil peketjaan siswa yang dipilih sebagai portofolio;
d.   Memilih kriteria untuk hasil pekerjaan siswayang akan dijadikan portofolio;
e.    Mendorong dan membantu siswa agar selalu mengevaluasi dan memperbaiki hasil-hasil portofolio mereka;
f.     Menjadwalkan dan melaksanakan pertemuan portofolio dengan siswa;
g.    Melibatkan orang tua dan unsur lain terkait dalam kegiatan penilaian dengan portofolio.

Penilaian Portofolio
            Penilain portofolio berbeda dengan jenis penilaian yang lainnya. Zainal Arifin  menyatakan bahwa :
 “ Penilaian portofolio adalah suatu pendekatan atau model penilaian yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membangun dan merefleksikan suatu pekerjaan/tugas atau karya melalui pengumpulan bahan-bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh peserta didik, sehingga hasil pekerjaan tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu”.  
Jadi penilain portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja peserta didik, baik dikelas, dihalaman sekolah atupun diluar sekolah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a.         Karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri. Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b.        Saling percaya antara guru dan peserta didik .
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c.         Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik. Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak negatif proses pendidikan
d.        Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru.
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
e.       Kepuasan.
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.

f.       Kesesuaian.
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
g.      Penilaian proses dan hasil penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
h.    Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.

Model Portofolio Matematika
Model portofolio matematika yang berisi contoh kerja siswa dapat berupa:
1. Uraian tertulis hasil kegiatan praktik atau penyelidikan matematika.
2. Gambar-gambar dan laporan lisan, perluasan analisis situasi masalah dan penelitian.
3. Uraian dan diagram dari proses pemecahan masalah.
4. Penyajian data statistik dan grafik.
Selain itu, hal-hal lainnya yang dapat dicantumkan dalam portofolio matematika adalah sebagai berikut:
1. Laporan penyelidikan tentang ide matematika seperti hubungan antara dua fungsi, koordinat grafik, aritmatika, aljabar dan geometri;
2. Respon terhadap pertanyaan open-ended atau masalah pekerjaan rumah;
3. Laporan kelompok dan foto kegiatan siswa;
4. Salinan piagam penghargaan;
5. Video dan pekerjaan siswa yang menggunakan komputer (Stenmark 1991: 63).

Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan, tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini hasil penilaian mereka sendiri.
2.    Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa sama bisa berbeda.
3.    Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu map atau folder di rumah masing atau loker masing-masing di sekolah.
4.    Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
5.    Tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya dengan para peserta didik. Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik. Contoh, Kriteria penilaian kemampuan menulis karangan yaitu: penggunaan tata bahasa, pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika penulisan. Dengan demikian, peserta didik mengetahui harapan (standar) guru dan berusaha mencapai standar tersebut.
6.    Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut, serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.
7.    Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta didik dan guru perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang telah diperbaiki harus diserahkan kepada guru.
8.    Bila perlu, jadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio. Jika perlu, undang orang tua  peserta didik dan diberi penjelasan tentang maksud serta tujuan portofolio, sehingga orangtua dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Contoh penilain portofolio:
Rencana Tugas :
1. Geometri dan Pengukuran
SK: Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya:
a. Paper and pensil tes:
-  Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran
-  Menghitung keliling dan luas lingkaran
b. Penilian Proyek:
- Siswa menemukan nilai p = 7
- Siswa menemukan rumus Luas Lingkaran melalui percobaan
c. Unjuk Kerja:
-  Siswa melukis lingkaran dalam dan lingkaran luar suatu segitiga
2. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta
menentukan ukurannya
a. Paper and pensil tes:
- Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas
b. Penilaian Proyek:
- Siswa membuat jaring-jaring bangun ruang kubus, balok, prisma dan limas
c. Unjuk Kerja:
- Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya
d. Hasil Produk:
- Membuat jaring-jaring kubus,
- Membuat jaring-jaring balok,
- Membuat jaring-jaring prisma dan limas


Contoh Rangkuman Penilaian Portofolio
Mata Pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 1 Semester
Nama Siswa : _________________                                                    Kelas : VII/2
NO
SK/KD

Skor
(1 – 10)
Prestasi
KET.

T
BT
1
Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran




2
Dst





Total Skor




Catatan:
Setiap Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar yang masuk dalam daftar portofolio dikumpulkan dalam satu file (tempat) untuk setiap peserta didik sebagai bukti pekerjaannya. Kemudian Guru menjelaskan bobot dari setiap portofolio yang dibuat.

Manfaat Portofolio
Penilaian portofolio dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Berenson dan Certer (1995:184) yaitu: (1) Mendokumentasikan kemajuan siswa selama kurun waktu tertentu, (2) Mengetahui bagian-bagian yang perlu diperbaiki, (3) Membangkitkan kepercayaan diri dan motivasi untuk belajar, (4) Mendorong tanggung jawab siswa untuk belajar.
Sedangkan menurut Gronlund (1998 : 158), portofolio memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut: 1) Kemajuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas; 2) Penekanan pada hasil pekerjaan terbaik siswa memberikan pengaruh positif dalam belajar; 3) Membandingkan pekerjaan sekarang dengan yang lalu memberikan motivasi yanglebih besar dari pada membandingkan dengan milik orang lain; 4) Keterampilan asesmen sendiri dikembangkan mengarah pada seleksi contoh pekerjaan dan menentukan pilihan terbaik; 5) Memberikan kesempatan siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu; 6) Dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa bagi siswa itu sendiri, orang tua, dan lainnya.
Adapun keuntungan penggunaan portofolio matematika secara khusus antara lain:
1. Memberikan bukti perkerjaan atau perbuatan berdasarkan pengetahuan yang sesungguhnya telah diperoleh;
2. Penilaian catatan atau memberikan gambaran tentang program matematika yang perlu ditekankan;
3. Catatan kemajuan siswa dalam jangka waktu lama mencerminkan pembelajaran yang cukup lama (Stenmark, 1991:63).

Keunggulan dan Kelemahan Portofolio
Adapun keunggulan portofolio antara lain:
1.      Dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan kemampuan siswa dari waktu kewaktu berdasarkan umpan balik dan refleksi diri.
2.      Memantu guru melaksanakan penilain secara adil , objektif, transparan dan dapat mempertanggung jawabkan tanpa mengurangi kreativitas siswa.
3.      Meningkatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian.
4.      Memberi kesempatan kepada siswa  untuk meningkatkan kemampuan mereka.
5.      Bertanggung jawab apa yang telah dikerjakan.
6.      Membantu guru mengklarifikasi dan mengidentifikasi program pembelajaran.
7.      Keterlibatan orang tua dan masyarakat.
8.      Siswa dpat melakukan penilaian diri , refleksi dan berpikir kritis.
9.      Penilaiannya lebih fleksibel tetapi tetap mengacu paa pada kompetensi dasar dan indikator hasil belajar.
10.  Tanggung jawab bersama dalam mernacang dan menlai kemajuan belajar.
11.                         Dalam penilaian portofolio peserta didik diberikan penghargaan atas usaha mereka.
Sedangkan kelemahan portofolio, antara lain:
1.      Membutuhkan waktu ekstra.
2.      Kurang reliable.
3.      Guru memiliki kecenderungan untuk memperhatikan hanya pencapaian akhir.
4.      Guru dan siswa biasanya terjebak dalam suasana hubungan top-down.
5.      Bersifat skeptic, karena laporan hasil belajar tidak berupa angka.
6.      Tidak tersedianya kriteria penilaian yang jelas.
7.      Terkadang sulit untuk diterapkan di sekolah karena penilaian portofolio relatif baru .

Perbedaan Tes dan Penilaian Portofolio
Perbedaan antara penilaian portofolio dan tes sebagai alat evaluasi adalah:
Tes:
· Menilai peserta didik berdasarkan sejumlah tugas yang terbatas.
· Penilai hanya guru, berdasarkan masukan yang terbatas.
· Menilai semua peserta didik dengan menggunakan satu criteria
Portofolio:
a. Menilai peserta didik berdasarkan seluruh tugas dan basil kerja yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai.
b. Peserta didik turut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai dalam penyelesaian berbagai tugas, dan perkembangaan yang berlangsung selama proses pembelajaran.
c. Menilai setiap peserta didik berdasarkan pencapaian masing-masing, dengan mempertimbangkan juga faktor perbedaan individual.
d. Mewujudkan proses penilaian yang kolaboratif.
e. Peserta didik'menilai dirinya sendiri menjadi suatu tujuan.
f. Yang mendapat perhatian dalam penilaian meliputi.
g. kemajuan, usaha, dan pencapaian.
h. Terkait erat antara kegiatan penilaian, pengajaran, dan pembelajaran.










DAFTAR PUSTAKA


Abdul Majid, S.Ag, M.Pd, (2008) Perencanaan Pembelajaran Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Anas S, Drs, Prof (1995). Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. dan Abdul Jabar, (2004). Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Cartono dan Sutarto, U.T. G. (2006). Penilaian hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press
Cole, Peter. G and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. Australia: Prentice Hall.
Gronlund, Norman E. (1998). Assesment of Student Achievment Sixth Edition. Boston: Allynand Bacon.
Hamalik, Oemar. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ninik Supriyati  ,Pengembangan mata diklat Penilaian Pembelajaran pada Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MTs/MA di BDK Surabaya
Purwanto. (2011). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanto, Ngalim (2012). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutikno, Sobri. (2005). Pembelajaran efektif. Mataram: NTP Press.
Ninik Supriyati  ,Pengembangan mata diklat Penilaian Pembelajaran pada Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MTs/MA di BDK Surabaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar